SOSIALISASI PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS MELALUI KEPAILITAN DAN RESTRUKTURISASI UTANG PADA MASA PANDEMI COVID 19
Abstract
Kepailitan dan PKPU selama ini dianggap sebagai momok yang menakutkan bagi banyak pengusaha di Indonesia. Banyak yang beranggapan bahwa Kepailitan dan PKPU adalah hukuman mati, baik bagi usaha maupun bagi reputasi si pengusaha. Kepailitan dan PKPU adalah perangkat yang diberikan hukum sebagai sarana penagihan kewajiban, tapi sebenarnya ini bisa juga dianggap sebagai sarana pembayaran utang. Artinya, kepailitan dan PKPU tidak hanya berguna untuk kepentingan Kreditur saja, tatapi juga berguna bagi debitor. Sebenarnya perangkat regulasi untuk melakukan terobosan penyelamatan bisnis telah diatur melalui skema hukum perdata khusus. Skema penegakan hukum tersebut memiliki relevansinya pada UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK dan PKPU). Dalam undang-undang tersebut kepentingan baik debitor ataupun kreditur terakomodir dalam bentuk perlindungan hukum dan kepastian hukum. Pemerintah telah memiliki visi relaksasi dan restrukturisasi yang bersifat stimulus saja, sedangkan operasional bisnis harian yang dihadapi pelaku usaha jauh lebih kompleks. Maka dalam mengatur relasi keuangan antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya termasuk pelaku usaha di bidang keuangan maka tatanan hukum perdata khusus sangatlah signifikan karena memberikan solusi yang lebih menyeluruh dan mencakup penyelesaian seluruh kreditor yang dimiliki oleh debitor.
Keywords
kepailitan; restrukturisasi utang; sengketa bisnis
References
Jerry Hoff. (2000). Undang Undang Kepailitan Indonesia, Penerjemah Kartini Mulyadi. Jakarta:
P.T. Tatanusa
Man Sastrawidjaya. (2006). Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Bandung: Alumni
Sutan Remy Sjahdeini. (2002). Hukum Kepailitan (Memahami faillissementsverordening Juncto
Undang-Undang No. 4 Tahun 1998). Jakarta : Pustaka Utama Grafiti
Zainal Asikin. (2013). Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Jakarta:
Pustaka Reka Cipta
DOI: https://doi.org/10.24967/psn.v1i1.856
Article Metrics
Abstract view : 976 times
PDF (Bahasa Indonesia) : 452 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Abstract
Kepailitan dan PKPU selama ini dianggap sebagai momok yang menakutkan bagi banyak pengusaha di Indonesia. Banyak yang beranggapan bahwa Kepailitan dan PKPU adalah hukuman mati, baik bagi usaha maupun bagi reputasi si pengusaha. Kepailitan dan PKPU adalah perangkat yang diberikan hukum sebagai sarana penagihan kewajiban, tapi sebenarnya ini bisa juga dianggap sebagai sarana pembayaran utang. Artinya, kepailitan dan PKPU tidak hanya berguna untuk kepentingan Kreditur saja, tatapi juga berguna bagi debitor. Sebenarnya perangkat regulasi untuk melakukan terobosan penyelamatan bisnis telah diatur melalui skema hukum perdata khusus. Skema penegakan hukum tersebut memiliki relevansinya pada UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK dan PKPU). Dalam undang-undang tersebut kepentingan baik debitor ataupun kreditur terakomodir dalam bentuk perlindungan hukum dan kepastian hukum. Pemerintah telah memiliki visi relaksasi dan restrukturisasi yang bersifat stimulus saja, sedangkan operasional bisnis harian yang dihadapi pelaku usaha jauh lebih kompleks. Maka dalam mengatur relasi keuangan antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya termasuk pelaku usaha di bidang keuangan maka tatanan hukum perdata khusus sangatlah signifikan karena memberikan solusi yang lebih menyeluruh dan mencakup penyelesaian seluruh kreditor yang dimiliki oleh debitor.
Keywords
References
Jerry Hoff. (2000). Undang Undang Kepailitan Indonesia, Penerjemah Kartini Mulyadi. Jakarta:
P.T. Tatanusa
Man Sastrawidjaya. (2006). Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Bandung: Alumni
Sutan Remy Sjahdeini. (2002). Hukum Kepailitan (Memahami faillissementsverordening Juncto
Undang-Undang No. 4 Tahun 1998). Jakarta : Pustaka Utama Grafiti
Zainal Asikin. (2013). Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Jakarta:
Pustaka Reka Cipta